Puasa
Definisi puasa secara
umum adalah menahan dan menjauhi aktivitas makan dan minum sera bersetubuh
dengan isterinya dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari, dengan tujuan
mendekatkan diri kepada Allah swt.
Dasar
Hukum Berpuasa :
Hai Orang-Orang yang
beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertaqwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.
Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perlananan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
(jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah,(yaitu): member makan seorang
miskin. Barang siapa yang dengan kerelahan hati mengerjakan kebajikan, maka
itulah yang lebih baik baginya (QS Al-baqarah[2] : 183-184)
Hikmah
dan keutamaan puasa
Islam tidak
mensyariatkan sesuatu kecuali ada hikmah di baliknya, baik yang jelas maupun
yang tersembunyi. demikian juga, segala ciptaan Allah swt. tidak terlepas dari
hikmah didalamnya, begitu juga hokum-hukum yang di tetapkan_Nya. Allah SWT.
Mahabijaksana dalam penciptaan-Nya dan segala perintah-Nya. tidaklah dia
menciptakan sesuatu dengan batil dan tidaklah meneteapkan suatu hokum denga
sia-sia.
puasa memiliki hikmah
dan keutamaan yang banyak. Hal ini diisyaratkan dalam nash-nash syara’ itu
sendiri, antara lain :
1.
pembersihan jiwa (tazkiyat al-nafs). Hal
ini tercipta dengan menaati apa yang diperintahkan Allah SWT. dan menjauhi
larangan-Nya serta berupaya menyempurnakan penghambaan kepada Allah SWT. Nabi
Saw. Bersabda : “Demi jiwaku yang berada di tanganya sungguh bau mulut orang
yang berpuasa lebih baik disisi Allah Swt. dari pada wangi minyak kasturi. Dia
meninggalkan makan, minum, dan hawa nafsu karena-Ku. Setiap amal manusia bagi
dirinya, kecuali puasa. Sesungguhnya itu untuk-Ku dan Aku yang akan memberinya
pahala.”
2.
Puasa Mengangkat dimensi Kejiwaan
mengunguli dimensi materi dalam diri manusia.
Sabda
Nabi Saw. bersabda, “Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan yang akan
menggembirakan : apabila berbuka, gembira dengan berbuka-nya, dan apabila
bertemu Tuhannya, gembira dengan puasa yang dilakukannya.”
3.
Puasa adalah proses mendidik kehendak
diri dan jihat jiwa, membiasakan sabar, dan revolusi atas kebiasaan diri. maka
tak heran jika Rosulullah menamakan bulan Ramadhan dengan Syahr al-shabr (bulan
kesabaran). sebagaimana dalam hadist,”Puasa adalah bulan kesabaran, tiga hari
dari setiap bulan akan mengusir kedengkian dalam dada.” dan sebagai perisai
yang melindungi diri dari dosa di dunia dan dari neraka akhirat kelak.
Rosulullah Saw Bersabda, “Puasa adalah perisai dari api neraka seperti
perisainya salah seorang dari kalian dari peperangan.” Dalam riwayat lain nabi
saw. bersabda, “Puasa itu perisai, dan ia merupakan benteng dari pertahanan
seorang muslim.”
4.
Sebagai penahan Nafsu. Nabi saw,
bersabda,”Wahai para pemuda, Barang siapa yang mampu untuk menikah, maka
menikahlah, karena itu akan menjaga pandangan dan menjaga kemaluan. Barang siapa
yang belum mampu, maka berpuasalah, karena puasa adalah benteng.”
5.
Mengajarkan kita supaya mensyukuri
Nikamat. Hal ini di isyaratkan dalam
hadist yang diriwayatkan Ahmad dan al-Tirmidzi, “Allah Swt. pernah menawariku
untuk menjadikan kerikil di Makkah sebagai emas, Aku menjawab,”Tidak ya Allah,
tetapi aku kenyang sehari dan lapar sehari, Apabila aku lapar, aku memohon
kepada-Mu dan berdzikir menyebut-MU, dan apabila aku kenyang aku memuji-MU dan
beryukur kepada-Mu.”
6.
sebagai bagian nilai kesataraan dalam
penderitaan, dan menumbuhkan dalam jiwa-jiwa orang kaya rasa prihatin akan
nasib kaum fakir dan miskin. sebagaimana dinyatakan Ibn Al-Qayyim.”Untuk
mengingatkan akan kondisi laparnya orang-orang miskin.” Ibn Hammam
berkata.”Sesungguhnya yang berpuasa ketika diuji rasa lapar pada sebagian
waktu, dia akan mengingat orang yang lapar sepanjang masanya, maka dengan cepat
tergerak hatinya untuk menyayangi mereka.”
7.
Meningkatkan derajat taqwa dan naik
peringkat menjadi muttaqin(Orang yang bertaqwa). Firman Allah Saw.” Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
terhadap orang-orang sebelummu, agar kamu bertaqwa.” (QS Al-baqarah[2], 182).
Niat
Niat puasa tidak wajib
di ucapkan secara lisan. pelaku puasa cukup bermaksud melaukakan ibadah puasa
(dalam hatinya) untuk melaksanakan perintah Allah dan tidak akan melakukan
hal-hal yang membatalkannya sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Niat
dengan Hati
Puasa secara hukum
harus diawali dengan niat mendekatnakan diri kepada Allah seraya menegaskan
bentuk puasanya.
Waktu
Berniat Puasa
Niat ditegaskan dalam
hati pada waktu-waktu tertentu, seperti berikut:
-
Waktu berniat puasa ramadhan bagi orang
yang tidak memiliki uzur; adalah sebelum masuk waktu subuh atau bersamaan
dengan waktu subuh.
-
Waktu berniat puasa ramadhan bagi yang
memiliki uzur; seperti tidak tahu, bahwa pada hari itu adalah ramadhan, atau
baru datang dari pejalanan, atau baru sembuh dari sakit, sampai masuknya waktu
zuhur.
-
Waktu terakhir berniat puasa wajib lain
di luar puasa ramadhan dan selain puasa nazar yang tiak ditentukan waktunya,
atau puasa qadha ramadhan, adalah ketika waktu zuhur.
-
Waktu terakhir berniat puasa sunnah
adalah sebelum masuk waktu maghrib.
-
jika seseorang tidak tahu bahwa bulan
itu adalah bulan ramadhan, kemudian ia berniat puasa yang lain, maka puasanya
tetap dihitung sebagai puasa ramadhan.
-
Tidak wajib puasa hari syak (yaitu hari
yang meragukan apakah itu hari terakhir bulan Sya’ban atau awal Ramadhan) namun
jika berpuasa akan lebih baik dengan syarat meniatkannya sebagai puasa sunnah
Sya’ban.
Puasa
Ramadhan dan Metode Penetapannya
Klarifikasi Puasa
Puasa ditinjau dari hukumnya terbagi atas dua macam:
puasa wajib dan puasa sunnah. atau, lengkapnya adalah puasa wajib, sunnah,
haram, dan makruh. Puasa wajib bisa diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Fardhu ‘ain, yaitu puasa yang diwajibkan
Allah Swt. pada waktu tertentu, yaitu puasa Ramadhan.
2.
Fardhu karena sebab tertentu, seperti
memnuh janji atau sumpahya kepada Allah Swt. yaitu puasa kifarat. seperti
sumpah, kifarat zihar, kifarat membunuh, dan lain-lain.
3.
Puasa Wajib untuk memenuh janji terhadap
dirinya sendiri, yaitu puasa nadzar.
Metode
Penetapan Awal bulan Ramadhan
Apabila Allah Swt.
telah mewajibkan puasa ramadhan pada bulan Qomariah sudah bisa dipastikan bahwa
penentuan masuknya bulan ramadhan diukur dengan terlihatnya hilal di ufuk.
hilal merupakan tanda yang jelas bagi masuknya bulan ramadhan. tentang ini
al-quran mengisyaratkan, mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.
Katakanlah, “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi
ibadah) haji”(QS Al-Baqarah[2]-189).
Abu Hurarirah r.a.
meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, ” Berpuasalah karena melihatnya (atau
hilal) dan berbukalah karena melihatnya. jika tidak terlihat oleh kalian, maka
sempurnakan jumlah bulan Sya’ban 30 hari. “
Tiga
Metode Penetapan Bulan Ramadhan.
Berbagai hadist sahih
telah menetapkan bahwa penentuan bulan ramadhan bisa ditempuh melalui salah
satu dari tiga metode:
1.
Melihat hilal
2.
Menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari.
3.
Memperkirakan Hilal.
Metode
Pertama
Mengenai rukyat,
terjadi perbedaan pendapat dikalangan para fuqaha, apakah sekali rukyat oleh
satu orang yang adil, atau sekali rukyat oleh dua orang yang adil, atau sekali
rukyat oleh sekelompok yang adil.
Bagi yang berpendapat cukupnya kesaksian seorang yang
adil, berdasarkan hadis Ibn Umar, dia berkata “ Orang-orang berusaha melihat
hilal, maka aku memberitahukan nabi saw. bahwa aku telah melihatnya. maka rosul
saw. puasa dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa.
Seorang Arab badui bersumpah di hadapan nabi saw. bahwa
dirinya melihat hilal. lalu nabi memerintahkan bilal untuk memberitahukan agar
orang-orang berpuasa. akan tetapi, sanad riwayat ini diperbincangkan.
Para ulama berkata.” Penetapan dengan berdasar kesaksian
seseorang lebih hati-hati untuk memulai ibadah. Puasa satu hari di bulan
Sya’ban lebih ringan dari pada berbuka satu hari di bulan Ramadhan.
Adapun yang mensyaratkan kesaksian harus dua orang yang
adil, berdasarkan hadis yang diriwayatkan Husain ibn Harits Al-Hadliy. Dia
berkata, “Kami berbincang dengan gubernur Makkah, Harits Ibn Hatib, Dia
menyampaikan kepada kami, “Rosullullah Saw. memerintahkan kita untuk berpuasa
karena melihat hilal. jika kita tidak melihatnya, tetapi ada kesaksian dua
orang yang adil, kita bisa memulai berpuasa.”
Adapun yang mengisyaratkan harus melali kesaksian
kelompok orang banyak, mereka adalah penganut mazhab Hanafi, yaitu pada saat
langit cerah. Mereka membolehkan dengan kesaksian satu orang ketika keadaan
langit berawan, karena mungkin saja ketika awan tampak sekejab, seorang
melihatnya, tetapi yang lainnya tidak menyaksikan.
Akan tetapi jika kondisi langit mendung, tidak tampak
awan, gelap, dan terhalang merintangi pandangan, maka bagaimana seseorang bisa
bersaksi jika tidak di dukung kesaksian lainnya.
Adapun jumlah orang yang banyak, maka itu dikembalikan
pada pendapat imam atau hakim tanpa menentukan jumlah tertentu. demikian
menurut pendapat yang shahih.
Metode
Kedua
Menyempurnakan bulan
Sya’ban tiga puluh hari, baik keadaan cuaca cerah atau mendung. Jika mereka
berusaha melihat hilal pada malam ketiga puluh Sya’ban, tetapi tidak seorang
pun melihatnya, maka sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.
Metode seperti ini memiliki kelemahannya, karena hal ini
merupakan perintah yang menempatkan pada pengurangan. Sesungguhnya perhatian
terhadap penetapan awal bulan tidak terdapat kecuali pada tiga bulan saja,
yaitu Ramadhan, Syawwal. menetapkan akhir pelaksanaan puasa, dan Dzulhijjah,
menentukan hari Arafah dan setelahnya.
Metode
Ketiga
Memprediksikan hilal
ketika langit berawan, cuaca buruk, atau yang lainnya. sebagaimana sabda nabi
saw, “Apabila menutupi kalian,” atau “Menyelubungi kalian” atau, “Menyamarkan
kalian.” Dalam sebagian riwayat yang sahih, antara lain riwayat Malik ibn Nafi’
dari Ibn Umar, “Apa bila awan menutupi kalian, maka prediksikanlah oleh kalian
hilal itu.”
Dalam Al-Majmu, Imam Nawawi berkata, “Ahmad ibn Hambal
dan sebagian ulama mengatakan bahwa maksudnya adalah sempitkanlah hilal itu,
dan prediksikanlah dibawah awan.”
Imam Nawawi berkata dalam Al-Majmu, “Barang siapa yang
mengatakan keharusan dengan hisab bintang, maka ucapannya tertolak, berdasarkan
sabda nabi saw, “Sesungguhnya umat itu buta huruf, tidak bisa menulis dan
menghitung.”(HR Al-Bukhori dan Muslim).
MACAM-MACAM
PUASA
Puasa Wajib
Puasa yang diwajibkan dilakukan oleh mukallaf yang tidak
berhalangan seara syar’I adalah sebagai berikut :
-
Puasa bulan ramadhan, yaitu puasa yang
dilakukan pada saat bulan Sya’ban telah berakhir hingga menjelang awal bulan
Syawwal.
-
Puasa Qadha ramadhan, yaitu puasa yang dilakukan
oleh mukallaf pada hari-hari di luar bulan ramadhan karena berhalangan puasa
pada bulan ramadhan.
-
Puasa Nazar, yaitu puasa yang dilakukan
sebagai pemenuhan dari nazar (niat yang diucapkan dengan shighah nazar,
sebagaimana ditetapkan dalam fiqih.
-
Puasa Ayah/ibu yang meninggal, ia wajib
dilakukan anak mertua laki-laki.
Puasa
Sunnah
Puasa mustahab (sunnah)
adalah sebuah salah satu ibadah yang besar pahalanya. puasa sunnah meliputi :
-
Puasa tiga hari setiap bulan, dan lebih
diutamakan hari kamis pertama, hari kamis terakhir, dan hari rabu pertama pada
sepuluh hari kedua setiap bulan.
-
Puasa pada hari-hari putih (ayyamul
bidh) yaitu tanggal 13,14,15 setiap bulan.
-
Puasa hari idul Ghadir tanggal 18
Dzulhijjah.
-
Puasa pada hari kelahiran nabi Muhammad
saw, yaitu 17 Rabi;ul Awwal
-
Puasa pada hari mab’ats/ bi’tsah
(pengangkatan) nabi Muhammad saw tanggal 27 rajjab.
-
Puasa pada hari araffah, yakni tanggal 9
Dzulhijjah
-
Puasa pada Rajab dan Sya’ban 2 bulan
penuh atau beberapa hari didalamnya, walaupun hanya 1 hari pada salah satu dua
bulan tersebut.
-
Puasa pada tanggal 1 dan 3 dalam bulan
Muharram.
-
Puasa setiap hari kamis dan jum’at
-
Puasa pada tanggal 1 sampai 9 Dulhijjah
-
Puasa pada hari mubahalah, yakni tanggal
24 Dzulhijjah sebagai tanda syukur kepada Allah swt yang telah menampakkan
keutamaan Ahlulbait as.
Puasa Makruh
Puasa
makruh adalah puasa yang pahala pelakunya sedikit bila dibandingkan dengan
puasa pada hari lain.
-
Puasa seorang tamu tanpa izin tuan
rumahnya
-
Puasa anak kecil tanpa izin orangtuanya.
Puasa Haram
Tidak
semua puasa diwajibkan atau di sunnahkan, aa sejmlah puasa yang diharamkan
dalam hukum islam, yaitu :
-
Puasa pada idul fitri dan idul adha
-
Puasa pada 30 Sya’ban dengan niat puasa
Ramadhan
-
Puasa pada hari-hari tasyriq yaitu
11,12, dan 13 Dzulhijjah bagi yang sedang di mina.
-
Puasa memenuhi nazar maksiat
-
Puasa Wishal, artinya menyambung puasa
sampai hari berikutnya (tidak makan dan minum dengan niat puasa)
-
Puasa dengan niat diam
-
Puasa sunnah istri tanpa persetujuan
suami.
Orang-Orang
yang di Wajibkan Puasa Ramadhan
Tidak ragu lagi, puasa
diwajibkan kepada muslim yang Baligh, berakal, sehat jasmani, muqmin (tidak
bepergian/safar), dan tidak terhalang oleh ketentuan syar’I yang melarang berpuasa,
seperti haid dan nifas bagi perempuan.
Allah SWT. Berfirman,
Barang siapa yang di antara kamu hadir (di negeri tempaat tinggalnya) pada
bulan itu, maka berpuasalah (QA Al-Baqarah[2]: 185).
-
Puasa tidak diwajibkan bagi non muslim
-
Puasa bagi yang baligh. sebagaimana
sabda nabi saw, “Ketetapan diangkat dari tiga golongan. dari yang terganggu
akal sehatnya hingga sadar, dari yang tidur hingga bangun, dan dari anak kecil
hingga bermimpi.”
-
Pembiasaan Puasa bagi anak-anak seperti
pembiasaan anak dalam perkara sholat. sabda nabi saw.” Perintahkan anak-anak
kalian untuk sholat pada usia tujuh tahun, dan pukullah mereka karenanya pada
usia 10 tahun.”
-
Puasa wajib bagi orang yang berakal
-
Puasa bagi yang sakit dan bepergian.
Allah Swt berfirman, Barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain(QS AL-Baqarah[2] : 184).
-
Perempuan Bersuci dari haid dan nifas.
Aisyah pernah berkata , “Kami diperintahkan untuk mengqadha puasa , tapi tidak
diperintahkan untuk mengqadha shalat.”
Orang-Orang
yang Berhalangan Puasa
-
Puasa orang yang bepergian Allah
berfirman, Barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di
bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit
atau dalam perjalanan(lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu,
dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (QS Al-Baqarah[2] : 185). dalam ayat ini
, Allah swt. mengulang apa yang telah disebutkan-Nya. Firman Allah Swt.
Maka
Barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia
berbuka), maka(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): member
makan seorang miskin (QS Al-Baqarah[2]:184).
Bepergian
dengan alat transportasi modern tidak menbatalkan ketetapan Rukhshah.
Jangka
waktu bepergian. Pendapat yang masyhur dalam fiqih mazhab-mazhab sekarang bahwa
jarak safar berkisar antara 80 atau 90 KM. Orang yang bepergian tidak boleh
berbuka sampai masuk perbatasan kota.
-
Saat Sakit dan tidak memungkinkan untuk
berpuasa. Firman Allah swt. barang siapa sakit atau dalam perjalanan(lalu dia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki itu, pada hari-hari yang lain.
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (QS
Al-Baqarah[2] : 185).
-
Berbuka Karena takut celaka
Kondisi
ini termasuk dalam kategori uzur yang mewajibkan berbuka, bukan sekadar
rukshah. Para ulama berkata. “Orang yang berbuka karena takut celaka, maka
wajib baginya berbuka sekalipun dalam keadaan sehat dan tidak safar. Firman
Allah swt. Janganlah kamu membunuh dirimu. Seseungguhnya Allah maha penyayang
kepadamu(QS Al-Nisa’[4]:29), Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
dalam suatu kebinasaan. (QS Al-Baqarah[2]:195). Dan dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan (QS Al-hajj [22]:78).
Orang
itu wajib mengqadha seperti halnya orang yang sakit.
-
Perempuan hamil dan menyusui
Firman
Allah swt. Para ibu hendaknya menyusui bagi anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan (QS Al-Baqarah[2]: 233)
NIAT
Allah swt berfirman,
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatanya kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus (QS Al-Bayyinah
[98]:5). Nabi saw bersabda, “Sesunguhnya setiap amal itu tergantung niatnya.
dan tiap-tiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.” Dalam sebuah hadis
qudsi Allah swt, berfirman. “Setiap amal manusia itu baginya, kecuali puasa,
maka itu untuk-Ku dan Aku memberikan pahala dengan puasanya. Menahan rasa lapar
dan hawa nafsu karena-Ku.
Batas
Waktu Berniat
Ibn Umar, dari Hafshah,
bahwa Rosullullah saw bersabda, “barang siapa tidak menetapkan puasa sebelum
fajar. maka tidak ada puasa baginya (HR Ahmad).
Yang
Membatalkan Puasa
Makan
dan minum
-
Makan dan minum bila dilakukan dengan
sengaja, yang lazim dimakan atau tidak, sedikit maupun banyak, membatalkan
puasa.
-
Menelan air dari luar yang terbawa dalam
sikat gigi, bila dilakukan dengan sengaja maka puasanya batal.
-
Menelan sesuatu yang tertinggal
disela-sela gigi secara sengaja, membatalkan puasa.
-
menelan dahak(yang berasal dari kepala
atau dada) ketika sudah berada pada langit-langit, membatalkan puasa.
-
suntikan/infuse yang berfungsi sebagai
pengganti makanan, membatalkan puasa.
Jimak
(kontak kelamin suami istri)
-
Kontak kelamin baik disertai keluar air
mania tau tidak, membatalkan puasa
-
Kontak kelamin jika lupa atau dipaksa,
tidak membatalkan.
Masturbasi
-
Melakukan perbuatan dengan sengaja yang
mengakibatkan ejakulasi (keluar mani) membatalkan puasa
-
Melakukan perbuatan yang menurut
kebiasaan mengakibatkan ejakulasi, membatalkan puasa
-
Bermimpi (hingga keluar mani) disiang
hari ramadhan tidak membatalkan puasa.
Berdusta
atas nama Allah, Nabi saw, dan Imam as
-
Sengaja membuat suatu perkara, itu lisan
atau isyarat lain secara dusta dengan mengatasnamakan Allah, Rosul saw dan para
Imam as, walaupun ia telah mengakui kedustaannya atau bertaubat darinya,
membatalkan puasa.
-
Berdusta atas nabi-nabi yang lain dan
washi-washi mereka. membatalkan puasa
-
Agar puasa tidak batal jika menukil
suatu kabar yang tidak diketahui dusta tidaknya, maka ia bisa menempuh
cara-cara berikut.
a. menurut
ihtiyath wajib, ia harus menyebutkan orang yang menjadi sumber kutipannya.
b. menurut
ihtiyath wajib, ia harus menyebutkan kitab sumber penukilannya.
c. jika
ia langsung menyampaikan, maka puasanya tidak batal (Taudhih al-masail).
Memasukan
debu tebal ke dalam tenggorokan.
-
Memasukan debu pekat kedalam
kerongkongan membatalkan puasa, baik debu yang halal dimakan atau yang haram di
makan (seperti tanah), membatalkan puasa.
-
Memasukan uap air yang tebal, asap
tembakau kedalam tenggorokan, membatalkan puasa.
Memasukan
Kepala kedalam air
-
Sengaja memasukan seluruh bagian kepala
kedalam air walaupun sebagian badanya diluar air, membatalkan puasa
Membiarkan
diri dalam keadaan Janabah
-
Sengaja tetap berada dalam keadaan junub
hingga adzan Subuh pada bulan Ramadhan, membatalkan puasa.
-
Jika tidak cukup waktu mandi maka wajib
bertayamum.
-
Siapa yang tidak bertayamum hingga waktu
subuh tiba, dianggap tidak melakukan mandi wajib.
-
Melakukan puasa wajib mu’ayan (yang
telah ditentukan waktunya) seperti puasa ramdhan ia tidak mandi dan tidak
tayamum hingga masuk waktu subuh tanpa sengaja, misalnya karena tidak ada
kesempatan untuk mandi atau tayamum,
tidak membatalkan puasa.
Lupa
mandi janabah di bulan ramadhan
-
wajib mengqadha puasa apabila ingat
setelah lewat sehari
-
memasukan cairan kedalam tubuh melalui
dubur untuk pengobatan (huqnah) walaupun karena terpaksa membatalkan puasa.
Muntah
-
Memakan sesuatu dimalam hari sembari
menyadari bahwa makanan itu akan mengakibatkan muntah atau membuatnya harus
mengeluarkan sendiri membatalkan puasa.
-
Menelan sesuatu yang berasal dari luar
mulut ditelan lagi membatalka puasa. namun menelan air ludah yang ada dimulut
tidak membatalkan puasa.
Abu Hurairah r.a. pernah
meriwayatkan hadis dari nabi saw. “barang siapa yang muntah ketika sedang
berpuasa, maka tidak ada qadha atasnya, dan barang siapa yang membatalkan, maka
harus mengqadhanya.”
Jika
dipaksa berbuka, apakah membatalka puasa
Demikian halnya dengan orang yang
melakukan semua itu karena terpaksa, maka tidaklah batal puasanya, baik yang
memasukan makanan lewat tenggorokannya secara langsung tanpa dia sendiri ikut
melakukannya, atau dia sendiri dipaksa makan sebagaimana wajarnya. karena
hadist, Sesungguhnya Allah mengabaikan dari umatku, kekeliruan, kealpaan, dan
apa saja yang dipaksakan atas mereka.” inilah yang dianggap kuat oleh imam
Nawawi, salah seorang penganut mahzab imam syafi’I teteapi imam yang tiga(ahmad, malik, dan Abu
Hanifah) berkata, “puasanya batal sekalipun dipaksa.”
Puasa
Qadha
Perkara
–perkara yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan puasa qadha:
-
Menunda qadha sampai tiba bulan Ramadhan
tahun berikutnya, tidak diperbolehkan. jika menunda qadha sampai masuk bulan
ramadhan tahun berikutnya, maka ia berdosa dan wajib melakukannya kapan saja
sebelum mati dan membayar fidyah.
-
Orang yang sedang puasa qadha
diperbolehkan untuk membatalkan puasa qadha sebelum zuhur.
-
membatalkan puasa qadha setelah zuhur
wajib diganti dengan puasa pada hari lain. pelakunya wajib member makan 10
orang miskin bila mampu, atau berpuasa tiga hari bila tidak mampu.
-
anak laki tertua wajib mengganti puasa
yang tidak dilakukan ayah dan ibunya setelah wafat.
Denda-denda
seputar puasa
Qadha
tanpa kaffarah (Namun hari itu tetap harus puasa).
-
Orang yang sedang junub tidur lagi untuk
kali kedua dan ketiga, dengan niat akan bangun lagi sebelum subuh, namun
tertidur sampai masuk waktu subuh.
-
Orang yang membatalkan puasa dengan niat
untuk membatalkan puasa, namun tidak melakukan sesuatu yang membatalkan puasa.
begitu juga orang yang membatalkan puasanya dengan riya’
-
orang yang terus tetap makan dan minum
dengan anggapan belum masuk waktu subuh(tanpa memperhatikan waktu) setelah itu
ketahuan bahwa sudah masuk waktu subuh.
-
orang yang tetap makan dan minum karena
pemberitahuan orang lain bahwa belum masuk waktu subuh, ternyata sudah masuk
waktu subuh.
-
bagi orang yang terus makan dan minum
padahal telah diberitahu bahwa sudah masuk waktu subuh, namun ia menganggap orang
tersebut tidak serius dalam pemberitaannya.
-
orang yang berbuka puasa bersandarkan
kepada oran lain yang dapat dijadikan sandaran(dapat dipercaya dan tahu hokum)
yang memberitahukan padanya bahwa sudah masuk waktu maghrib, ternyata ini
adalah belum masuk.
-
bagi yang berbuka puasa karena langit
sudah gelap dan dia merasa yakin bahwa sudah masuk waktu maghrib, namun
ternyata belum masuk, dengan syarat langit tidak dalam keadaan mendung.
-
bagi orang yang lupa mandi janabah dan
ingat setelah berlalu sehari atau lebih
-
bagi yang memasukkan air ke dalam mulut
untuk kumur-kumur, namun secara tidak sengaja ada air yang masuk kedalam
kerongkongannya.
Qadha
Tanpa Kaffarah dan pada hari itu tidak wajib berpuasa.
-
Bagi orang tua yang tidak mampu
berpuasa, begitu juga orang yang memiliki penyakit tidak dapat menahan haus.
jika setelah itu mampu melaksanakannya.
-
bagi yang tidak berpuasa karena alas an
yang membolehkan tidak berpuasa, seperti musafir, sakit, haid, atau nifas.
-
perempuan hamil atau menyusui yang puasa
membahayakan dirinya saja.
Qadha
dengan kafarah
-
Qadha dengan kaffarah biasa (memilih
apakah memerdekakan budak, puasa dua bulan berturut-turut, atau member makan 60
orang miskin). yaitu bagi mereka yang membatalkan puasanya dengan sengaja
dengan melakukan salah satu dari yang membatalkan puasa, kecuali muntah dengan
sengaja.
-
Qadha dengan kaffarah ganda (artinya
mengumpulkan di antara yang tiga atas). bagi yang membatalkan puasanya dengan
yang haram. seperti minum/makan yang haram, zina, onani, dan lain-lain.
Qadha
dengan fidyah (satu hari satu mudmakanan, yaitu +700 gr beras)
-
Bagi perempuan hamil yang hamper
melahirkan atau menyusui jika membahayakan
anaknya atau dirinya dan anaknya
-
wanita yang hamil atau menyusui, jika
tidak berpuasa karena khawatir atas keselamatan dirinya , ia haru menqadha
puasa yang ditinggalkannya, jika khawatir berhubungan dengan selain dirinya,
yaitu anaknya, maka ia harus membayar qadha dan fidyah.
Fidyah
tanpa qadha
-
bagi yang tidak berpuasa karena sakit
dan sakitnya terus berlanjut sampai bulan ramadhan berikutnya.
Orang-orang
yang tidak wajib qadha puasa
-
Orang yang baru memeluk islam
-
Orang sunni yang menjadi Syi;ah jika
yang dilakukan saat sunni sesuai dengan mazhabnya saat itu atau sesuai dengan
mazhab syi’ah.
-
anak kecil yang baligh pada siang hari
bulan ramadhan, walaupun sebelum zuhur.
-
bagi yang tidak puasa karena musafir,
sakit, haid dan nifas kemudian mati pada ramadhan tersebut.
Sumber :
1. Buku
“Mukjizat Puasa” resep ilahi agar
sehat ruhani-jasmani karya Yusuf
Qardhawi terbitan dari Mizania
2. Buku
“maka ber PUASA lah” karya AL-Huda